Orang Arab dan Hikayat Segelas Kopi di Bulungan.


\
(ilustrasi sekelompok masyarakat Arab sedang membuat kopi)

“Antum tahu tidak kenapa orang Arab (Hadrami) suka minum kopi? Itu tidak sembarangan, ada sejarahnya,” begitulah kata Habib Husein Al-Aydrus sahabat saya mulai membuka kisah, menurut habib muda ini, kopi pertama kali muncul di Hadramaut ditemukan oleh Syekh Ali bin Umar Asy-Syazili. Itulah awal pertemuan saya dengan sejarah kopi dan hubungannya dengan masyarakat Arab.
Apa yang dikatakan oleh Habib Husein nampaknya memang bukan sekedar isapan jempol belaka, saya memiliki beberapa teman orang Arab di Bulungan yang rata-rata bila saya perhatikan memang lebih suka memilih kopi daripada minuman lainnya.

Meminum kopi memang selera masing-masing orang, namun kopi ternyata punya sejarah panjang yang melekat pada tiap lelaki keturunan Arab di Bulungan, kopi bukan sekedar minuman, tapi menjadi “social drink” bagi mereka, seperti kata sahabat saya itu, kopi memang punya sejarahnya tersendiri bagi orang Arab dimanapun begitu juga di Bulungan.

Sejarah kopi dalam secangkir gelas.

Bila membuka hikayat kopi dalam kebudayaan masyarakat Arab dalam hal ini orang Yaman (Hadrami), kita akan menemukan catatan sejarah yang menarik, konon walaupun biji kopi dikatakan ditemukan di Etiopia (Abnessyia), namun budi daya biji kopi dalam perkebunan luas ada di daerah Yaman setidaknya sejak abad ke-6 masehi.

Kopi dalam istilah masyarakat Hadrami atau Arab yaman disebut Qohwa, namun bila dilisankan mereka senang menyebutnya dengan nama Gahwa. Dalam tradisi lisan masyarakat Hadramaut kopi konon ditemukan oleh Syekh Ali bin Umar Asy-Syazili atau yang lebih dikenal dengan Syekh Asy-Syazili saja, seorang wali yang makamnya dianggap keramat di Mokha, itulah sebabnya terkadang bila meminum kopi orang Arab di Hadramaut senang mengenangnya, karena sang Syekh dianggap orang yang menemukan cita rasa kopi sebagai sebuah minuman.

Selain Syekh Asy-Syazili, sebenarnya ada lagi seorang sufi yang namanya juga dihubungkan dengan dengan sejarah kopi dalam masyarakat Hadramaut yaitu sufi Ali Bin Omar yang menjadikan rebusan kopi sebagai obat penyakit kulit dan obat-obatan lainnya. Sehingga pada waktu itu kopi mendapat tempat terhormat di kalangan masyarakat negeri itu.

Kopi kemudian menjadi minuman penting setelah orang Arab menemukan cara yang pas untuk menyajikannya, bisa dikatakan orang Arablah yang merevolusi cara menyajikan dan menikmati kopi, sebelumnya kopi dinikmati tidak dengan cara disedu untuk minuman, melainkan dimakan dengan cara dibungkus dengan lemak binatang.

Ada semacam tradisi unik dikalangan masyarakat Hadramaut tempo dulu, disana kopi biasanya dinikmati diantara dua waktu makan, biasanya bila seorang hendak berkunjung ke rumah salah seorang sahabat atau bila ada tamu yang datang, maka diadatkan untuk membawa beberapa biji kopi di dalam sorban atau dalam radi, sang tuan rumah akan mengumpulkan biji-biji kopi tersebut untuk dinikmati bersama.

Tak butuh waktu yang lama kopi menjadi semacam minuman kesukaan orang Islam, konon dimana ada agama Islam disebarkan baik diwilayah Turki, negara-negara Balkan, Spanyol, dan Afrika Utara kopi juga ikut tersebar, sehingga sempat timbul semacam pelabelan bahwa kopi itu minumannya orang muslim.

Menurut sejarahnya kedai kopi terkenal di zaman kesultanan Turki muncul di tahun 1453, kopi disana sebut dengan nama Qahveh, kedai kopinya adalah Kiva Han, konon itu kedai kopi pertama di dunia.

Kopi sendiri sudah lama dikenal dalam literatur medis kaum muslim, ada beberapa ilmuan islam menulis tentang minuman ini, sebut saja diantaranya Al-Razi di abad ke-9, menjadi orang pertama yang menyebut kopi dalam tulisannya dengan memasukkan kata bunn dan sebuah minuman bernama buncham, dalam ensiklopedi tentang zat-zat yang dipercaya menyembuhkan penyakit. Sayangnya, karya ini telah musnah. Sementara pada abad ke-11, Ibnu Sina mengatakan bunchumdapat “membentengi tubuh, membersihkan kulit, dan mengeringkan kelembaban di bawahnya, serta memberikan bau yang enak untuk tubuh”.

Bangsa Eropa sendiri kabarnya baru merasakan harumnya kopi di abad ke -17, setidaknya seperti itulah yang disebutkan Claudia Rosen dalam bukunya Coffee, ia menceritakan bahwa baru pada 1615, saat para pedagang Venesia membawanya ke Eropa, kopi segera menggebrak seisi benua tersebut. Konon di Italia gereja sempat menghawatirkan beredarnya minuman yang mereka sebut “temuan pahit setan” dan meminta Paus Clament VIII melarang peredarannya. Bukannya melarang, Paus justru tersedak dengan cita rasa kopi yang kuat, baginya kopi sayang sekali jika hanya menjadi minuman ekslusif orang muslim saja, sejak itu kopi tak terbendung lagi Eropa bahkan dibelahan dunia manapun.

Hikayat kopi dalam masyarakat Bulungan.

Sejak kapan kopi masuk ke Bulungan? Kita tentu tak mampu menjawabnya dengan pasti, namun diperkirakan saat kedatangan orang-orang Arab yang menetap di Tanjung Selor abad-18 M, mereka juga nampaknya membawa kebiasaan meminum kopi yang tak lain merupakan istiadat mereka di tanah leluhur, bisa jadi kopi jadi terkenal sejak itu dimasyarakat kita. Di dalam masyarakat Bulungan sendiri, kopi disebut dengan istilah "kawa" yang disinyalir kuat berasal dari bahasa Arab yakni Qohwa atau Gahwa yang tak lain artinya adalah kopi itu sendiri 

Sejak zaman Belanda kedai kopi sudah ada dikampung-kampung biasanya kopi disajikan dengan cemilan ringan sepert wadai atau kue-keu basah, walau jumlah mungkin tak seramai di Tanjung Selor. Dikota pelabuhan kecil ini, kedai kopi kebanyakan yang mengelolanya justru adalah para pedagang Tionghoa.

Kopi bahkan masuk daftar barang perdagangan yang paling laku di bandar dagang Samarinda, yang tak lain merupakan salah satu bandar perdagangan yang disinggahi para pedagang Arab di Bulungan untuk mengambil kopi lalu diperjual belikan di Tanjung Selor. Menurut catatan perdagangan pantai timur Kalimantan milik J. Zwager tahun 1853, harga kopi perpikulnya bisa berkisar antara f 30. Hingga f. 90. Kopi-kopi ini didatangkan dari Makasar dan Jawa. Selain kopi mereka juga membawa gula, garam, dan juga beras dan berbagai kebutuhan lainnya.

Kebanyakan dari pengusaha Arab saat itu bergerak dibidang bongkar muat kapal. Armada-armada dagang milik mereka di zaman itu memiliki nama yang indah-indah, sebuat saja diantaranya Sayyid Ahmad bin Muchsin Al-Kaff yang dahulu memiliki kapal bernama "Sri Mahraja", ada juga kapal milik Sayyid Abdullah bin Muchsin Al-Jufri yang bernama "Sri Bulungan", kapal seperti ini hanyalah contoh kecil dari kapal-kapal dagang pengusaha Arab yang pernah jaya di Bulungan tempo dulu.

Menariknya kopi ternyata punya tempat tersendiri bagi masyarakat Bulungan, minuman ini bukan sekedar menjadi pelepas dahaga saja saat berkumpul dengan kawan dan kerabat, tapi juga punya makna yang mistis.

Disarankan bila hendak memulai suatu hajat atau kerjaan di hutan atau di laut, kopi dianjurkan untuk diminum, atau jika tak sempat bubuk kopi di sentuh atau diletakan sedikit di ujung lidah, “sekedar merasa saja” begitulah istilahnya, disinilah letak sisi magis dari bubuk kopi, ia juga masuk lima besar bahan pangan yang wajib untuk sentuh sebelum melakukan sebuah hajat atau perjalanan jauh selain gula, garam, nasi dan ketan agar terhindar dari kepuhunan yang dalam kepercayaan sebagaian orang di Bulungan dapat membawa jalan pada kecelakaan bahkan kematian.

Demikianlah sedikit catatan sejarah mengenai hikayat secangkir kopi, selamat menikmati. (dihimpun dari berbagai sumber).

Sumber:
Abdullah, Dr Taufik. 1985.“Sejarah Lokal di Indonesia Kumpulan Tulisan”. Jakarta : Gajah Mada University Press.

L.W.C. van den Berg, “Orang Arab di Nusantara”, Jakarta (Depok) : Komunitas Bambu, April 2010.

http://www.majalah-historia.com/berita-505-ritual-ngopi.htm

http://sumpek.wordpress.com/2008/09/16/mitos-dan-sejarah-kopi/

http://rumahkopi.weebly.com/2/post/2011/08/sejarah-kopi.html

http://sejarahbangsaindonesia.blogdetik.com/2011/03/27/sejarah-kopi/

http://towerkopi.blogspot.com/2010/03/history-of-coffee.html
« Previous
 
Next »
 

0 komentar:

Your comment / Orang Arab dan Hikayat Segelas Kopi di Bulungan.